Berita Website – Demam serta batuk pilek termasuk salah satu penyakit yang kerap dialami oleh anak. Saat kondisi seperti itu, biasanya masyarakat Indonesia kerap menyalahkan minuman dingin atau es yang dikonsumsi anak menjadi biyang kerok penyebab sakit batuk dan pilek.
Tetapi apa iya minum es terlalu sering bisa menyebabkan batuk? Dokter Spesialis Anak, Ahli Respirologi, Ikatan Dokter Anak Indonesia, dr. Madeleine Ramdhani Jasin, Sp.A(K)., mengatakan bahwa anggapan seperti itu tidaklah sepenuhnya benar.
Batuk pilek yang dialami anak itu sebenarnya bisa jadi tanda adanya infeksi saluran napas akut (ISPA). Mengonsumsi es terlalu banyak sebenarnya bukan jadi faktor utama penyakit tersebut.
“Es sering disalahkan jadi penyebab ISPA, itu benar tidak sih? sebenarnya gak langsung benar. Anak bisa sakit, karena ada faktor anak memang daya tahan tubuh gak bagus, kemudian virusnya cukup berat, bisa sebabkan infeksi peradangan dan lain-lain,” jelas dokter Madeleine kepada wartawan di kantor Kemen PPPA, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Secara medis, terlalu banyak konsumsi es tersebut bisa jadi menganggu mekanisme pembersihan secara alami di dalam tubuh. Dokter Madeleine menjelaskan bahwa saluran napas manusia memiliki mekanisme pertahanan sendiri untuk dilakukan pembersihan menggunakan silia atau lendir.
“Kalau terlalu banyak makan es dapat menyebabkan pembuluh darah ke sana jadi menyempit, kemudian pembersihan jalan napas jadi gak bagus, lendir jadi banyak. Itu mungkin akan lebih gampang kalau ada kuman, virus masuk sebabkan peradangan. Tapi secara gak langsung,” ucapnya.
Pada dasarnya, kata dokter Madeleine, penyebab anak sakit bisa terjadi karena berbagai macam faktor. Mulai dari kondisi kesehatan anak, lingkungannya, juga faktor keganasan kuman, virus, maupun bakteri yang menginfeksinya.
ISPA merupakan infeksi saluran napas akut yang terjadi kurang dari 7-14 hari. Sejumlah penelitian terkait ISPA menyebutkan bahwa anak kurang dari 5 tahun bisa alami eposode ISPA sebanyak 7-9 kali pertahun. Ancaman tersebut bisa makin sering bila anak tinggal di daerah perkotaan dengan kondusi polusi udara, lanjut dokter Madeleine.
Data Ikatan dokter Anak Indonesia (IDAI) periode 2019-2021 tercatat kalau kasus ISPA paling tinggi biasanya terjadi pada bulan April, Juli, Agustus, dan September. (Dari berbagai sumber/ Nia Dwi Lestari).